Bismillah.
Salah satu pelajaran penting dalam hal tauhid adalah dalil yang dibawakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah di dalam Kitab Tauhid; yaitu ketika beliau membawakan ayat yang mengisahkan isi doa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam kepada Rabbnya. Ibrahim berkata (yang artinya), “Dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari menyembah patung-patung.” (Ibrahim : 35)
Kalau Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang telah menghancurkan berhala dengan tangannya dan mendapat gelar Khalil ar-Rahman (orang yang paling dikasihi Allah) saja masih sedemikian takut terjerumus dalam syirik, lantas bagaimana lagi dengan kita?
Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah menjelaskan alasan mengapa Ibrahim ‘alaihis salam berdoa kepada Allah untuk dijauhkan dari pemujaan kepada berhala. Beliau berkata, “..hal itu karena beliau mengetahui bahwasanya tidak ada yang bisa memalingkan dirinya dari terjerumus dalam hal itu kecuali Allah dengan hidayah dan taufik dari-Nya, bukan dengan daya dan kekuatan dari dirinya sendiri.” (lihat Qurratu ‘Uyun al-Muwahhidin, hlm. 32)
Hal ini menunjukkan kepada kita betapa dalam ilmu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dalam hal tauhid. Bahwa tidak ada seorang pun yang bisa selamat dari syirik kecuali orang yang diselamatkan oleh Allah. Apabila orang sekelas Nabi Ibrahim ‘alaihis salam saja masih merasa butuh berdoa untuk diselamatkan dan dijauhkan dari syirik; apalagi dengan kita?!
Syaikh Abdurrahman bin Qasim rahimahullah berkata, “Tidaklah merasa aman dari terjerumus di dalam syirik melainkan orang yang jahil/tidak paham tentang hal itu, sebagaimana dia juga tidak mengerti hakikat ilmu tentang Allah (ma’rifatullah) dan ajaran yang dibawa oleh Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu kewajiban untuk mentauhidkan-Nya dan larangan berbuat syirik kepada-Nya.” (lihat Hasyiyah Kitab at-Tauhid, hlm. 50)
Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mengkhawatirkan syirik ashghar menimpa para sahabatnya. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesuatu yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah syirik ashghar.” Lalu beliau ditanya tentang hal itu, beliau menjawab, “Yaitu riya’.” (HR. Ahmad dan sanadnya dinyatakan jayyid oleh Syaikh Bin Baz rahimahullah)
Syaikh Hamad bin ‘Atiq rahimahullah berkata, “Apabila syirik ashghar sangat dikhawatirkan menimpa para Sahabat padahal mereka memiliki keimanan yang demikian sempurna, sudah semestinya anda merasa takut terjerumus dalam syirik akbar karena lemahnya iman -kebanyakan diantara kita di masa sekarang ini, pent-…” (lihat Ibthal at-Tandid, hlm. 46)
Imam Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Syahr bin Hausyab, dia berkata : Aku berkata kepada Ummu Salamah, “Wahai Ibunda kaum beriman, apakah doa yang paling banyak dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berada di sisimu?”. Beliau menjawab, “Doa yang paling sering beliau baca adalah ‘Yaa muqollibal quluub, tsabbit qolbii ‘ala diinik’ yang artinya ‘Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu’.” Ummu Salamah mengatakan : Aku pun berkata, “Wahai Rasulullah, betapa seringnya anda berdoa dengan membaca ‘Yaa muqollibal quluub, tsabbit qolbii ‘ala diinik’?! Maka beliau pun menjawab, “Wahai Ummu Salamah, tidaklah ada seorang anak Adam melainkan hatinya berada diantara dua jari dari jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki akan Allah luruskan, dan siapa yang Allah kehendaki Allah akan simpangkan.” Mu’adz -seorang periwayat- pun membaca ayat (yang artinya), “Wahai Rabb kami, janganlah Engkau sesatkan hati kami setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami.” Hadits ini disahihkan al-Albani (lihat Sahih Sunan Tirmidzi, 3/447)
Lantas; siapakah kita ini dibandingkan dengan Rasulullah dan Ibrahim ‘alaihimash sholatu was salam, dan siapakah kita dibandingkan dengan para Sahabat radhiyallahu’anhum? Tidakkah kita bercermin tentang aib dan dosa-dosa kita yang tidak secuil pun luput dari pengawasan Allah?!